Tuesday, December 18, 2007

"Politik Pendidikan" PilGub Jateng 2008


Sepintas memang idiom tentang Politik Pendidikan asing kita dengar. Ini hanyalah sebuah plesetan idiom dari Pendidikan Politik yang lazimnya kita dengar. Tidak ada tendensi apapun, hanyalah mencoba menuangkan ide dan gagasan melihat fenomena yang muncul disekitaran.

Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 hendak menggelar pesta akbar demokrasi. Pemilihan Gubernur secara langsung, mungkin itu tepatnya. Sejarah akan tercatat lagi dalam lembaran dinamika masyarakat Jawa Tengah. Akan ada banyak peristiwa yang terjadi dan cerita yang dapat dicatat. Semua elemen masyarakat akan mengharapkan, perhelatan ini menjadi momentum baik bagi perubahan ke arah yang lebih baik.

Terlepas dari paparan di atas, coba mencuplik dari diskusi ringan penulis dengan seorang rekan yang aktif mengikuti perkembangan perpolitikan, baik regional maupun nasional. Dialog yang terbangun, walaupun boleh dibilang "nglenatur", tetapi penulis mencoba membuat catatan-catatan yang menarik untuk diwacanakan. Meski bisa disebut guyonan warung kopi, tetapi "Politik Pendidikan" ini menyuguhkan sedikit pemikiran yang logis.

Politik Pendidikan yang dimaksudkan oleh penulis, yakni mencoba mengaitkan antara output dunia pendidikan dengan dinamika politik dan kekuasaan yang dibangun. Tautan yang ada dapat menghasilkan sebuah "jawaban" atas pertanyaan-pertanyaan yang terjadi di benak para peserta pemilihan gurbenur Jawa Tengah nantinya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, terdapat beberapa Bakal Calon Gurbernur yang telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa tengah. Kendati masih terlalu dini untuk menentukan calon gurbernur, Penulis mencoba mengambil beberapa nama calon tersebut, yang juga didasarkan atas kampanye-kampanye informal yang telah digiatkan. Nama calon-calon tersebut, antara lain :
1. Bambang Sadono SH., MH.
2. Jenderal Bibit Waluyo
3. Sukawi Sutarip SE., SH.
4. Ir. Muhamad Tamzil, MT.

Tanpa mencoba mengkampanye salah satu Calon tersebut, ada beberapa pernyataan-pernyataan penting yang baik untuk disimak :
pertama, Jika kita menginginkan Jawa Tengah bersih dari tindak pidana korupsi dan penegakkan hukum harus berlangsung dengan baik, pilihlah Bambang Sadono SH., MH. Jelas Ilmu dan Pengetahuan yang dimiliki sangat relevan untuk menjadi pemimpin yang mampu menegakkan supremasi hukum.

Kedua, Jika kita menginginkan Jawa Tengah menjadi Provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, investasi yang mendukung bagi pelaksanaan usaha/bisnis di kawasan Jawa Tengah, Lapangan Pekerjaan yang mampu menenkan angka pengangguran, maka jelas pilihan dan mandat akan kita berikan kepada Sukawi Sutarip SE., SH. Background pendidikan mengindikasikan kapabilitas yang dimiliki untuk memperbaiki perekonomian Jawa Tengah, sekaligus dapa menciptakan suasana yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi melalui kepastian hukum.

Ketiga, Jika kita menginginkan Jawa Tengah yang dihiasi dengan pembangunan fisik yang baik, tata kota yang teratur dan permai, sekaligus berdirinya gedung-gedung megah di sekitaran Jawa Tengah, tentu saja kita harus memalingkan wajah kita untuk melihat Ir. Muhammad Tamzil, MT. Tentu pengetahuan yang diperoleh di bangku pendidikannya teruji untuk memenuhi harapan-harapan tersebut.

Keempat, Jika kita menginginkan Jawa Tengah menjadi wilayah yang aman, tertib dan terkendali, sosok Jendral Bibit Waluyo adalah figur yang tepat. Trackrecord yang dimiliki dan perjalanan panjang hidupnya dapat kita jadikan amatan bahwa sosok inilah yang tepat untuk menjadikan Jawa Tengah memiliki stabilitas politik, keamanan dan ketentraman bagi Pembangunan dan kesejahteraan Rakyat.

Yang perlu ditegaskan sekali lagi, ini hanyalah sebuah pernyataan yang lahir dari pemikiran "nakal"penulis, sehingga tidak perlu di perdebatkan lebih jauh. Akan tetapi, harapan yang muncul dari penulis masyarakat harus semakin cerdas untuk menangambil keputusan. Ada banyak pembodohan-pembodohan yang akan terjadi di pesta akbar demokarasi Jawa Tengah.
Pendidikan Politik ataupun "politik pendidikan" dan juga istilah apapun perlu digelontorkan. Setidaknya kita dapat merespon kejadian-kejadian dimasa mendatang akan lebih jeli dan dewasa.

Sunday, December 16, 2007

Yang Tertinggal dari Sea Games XXIV


Sea Games XXIV, yang di gelar di Thailand pada penghujung tahun 2007, telah usai dan meninggalkan beberapa catatan sejarah baru. Thailand keluar sebagai juara umum, diikuti Malaysia, Vietnam, Indonesia dan Singapura. Pemeringkatan yang di ukur perolehan medali dari beberapa cabang olah raga yang dipertandingkan, pada prakteknya telah menciptakan semangat membara dari 11 negara kontestan untuk membawa keharuman nama Bangsamasing-masing.

Tak luput para atlet-atlet dan oficial pengawal merah putih, bertanding dan berkompetisi menjadi yang terbaik di perhelatan akbar olah raga Asia Tenggara. Banyak prestasi yang telah terukir, namun tidak sedikit pula yang menuai hasil kurang memuaskan, alias tidak memenuhi target. Entah kekurangpahaman akan perkembangan atlet lawan, atau persiapan yang tidak maksimal, bahkan mungkin juga terlalu percaya diri hingga membuat target yang muluk-muluk.

Tapi yang pasti, dalam olah raga mempunyai sebuah hukum klasik. Bila satu kelompok ada yang menang, pasti ada kelompok lain yang harus merasakan kekalahan. Sportifitas harus dijunjung tinggi. Jika lawan lebih baik, pengakuan harus muncul dari pihak yang kalah.

Menyimak prestasi yang telah ditorehkan oleh Kontingen Indonesia di Sea Games 2007 lalu, ada beberapa hal yang penulis cermati, antara lain :

  1. Posisi keempat adalah sebuah prestasi, meskipun Indonesia pernah merajai dalam event ini. Hal ini menandakan beberapa pertanyaan-pertanyaan, sebenarnya apakah terjadi peningkatan kualitas pembinaan olah raga di negara-negara lain, atau mungkin pembinaan oleh raga di tanah air yang menunjukkan tidak ada perkembangan (stagnan) bahkan mungkin pula mengalami kemunduran. Ini hal yang perlu direnungkan.
  2. Pengupayaan prestasi harus lahir dari pembinaan yang berkesinambungan. Pembinaan yang berkesinambungan butuh tata-kelola dan kinerja yang terstruktur, terprogram dan mentalitas pembina yang memang fokus terhadap pembinaan prestasi olah raga. Memang tidak mudah melakukan hal tersebut, butuh kerja keras dan pengorbanan. Jika terjadi penurunan prestasi, ada yang perlu dibenahi dalam pembinaan olah raga. Baik faktor teknis maupun nonteknis dalam cabang olah raga itu sendiri.
  3. Pemberian bonus bagi para atlet berprestasi, adalah sebuah pola tindak pemerintah yang perlu dicungi jempol. Penghargaan bagi atlet yang berprestasi dan mengharumkan nama bangsa harus dilakukan. Akan tetapi, misi ini harus direalisasikan dengan sungguh-sungguh. Penghargaan yang diberikan bisa saja menjadi motivator untuk terus berprestasi, sekaligus menumbuhkan luka baru jika tidak direalisasikan dengan "benar".

Monday, December 10, 2007

Beberapa Permasalahan di Penghujung Tahun 2007


Masih teringat dengan kasus "pembajakan" kesenian asli Bangsa Indonesia oleh Malaysia?, atau cerita kriminal penjualan arca-arca bersejarah dari museum Radya Pustaka Solo?, Pembalakkan liar yang terus terjadi di daerah Sumatra dengan mengabaikan keadaan dampak lingkungan yang semakin parah?.

Serentetan kejadian yang terjadi akhir-akhir ini, tentu membuat kita sebagai bangsa yang berdaulat dan beradab menjadi prihatin. Ditengah kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih compang-camping, ditambah lagi dengan persoalan kemiskinan yang terus mendera bangsa, kasus korupsi yang terus bertambah di meja peradilan serta upaya penegakkan hukum yang terkesan jalan ditempat, sepertinya memaksa kita untuk membenamkan dalam-dalam kesadaran Nasionalisme.

Belum usai berbagai permasalahan kenegaraan yang terjadi, terkuak kasus penjualan dua pulau kecil di kawasan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang notabene masih menjadi wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari beberapa situs resmi, bahwa penjualan kedua pulau tersebut dilakukan melalui media internet.

Jika penjualan kedua pulau Panjang dan Meriam Besar di daerah NTB ini terjadi, terlepas dari siapa oknum yang melakukannya, maka secara tidak langsung Indonesia telah memasuki era yang sulit. Artinya kita sudah kehilangan makna dari kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka. Teritorial yang seharusnya dipertahankan untuk mendukung upaya mensejahterakan rakyat banyak, menjadi retorika pemanis semangat kebangsaan.

Sekali lagi penegakkan hukum di Indonesia diuji. Dimata hukum, seluruh elemen bangsa sama kedudukannya. Kalaupun ada oknum-oknum pejabat di tingkat pusat yang bermain, mungkinkah hukum dapat bertindak sebagaimana mestinya? atau malah tidak berdaya di tangan para manipulasi kekuasaan? kita tunggu beritanya!!!

Sunday, December 9, 2007

Catatan Harian tentang Kebijakan Konversi Premium


Suatu saat penulis mendapat pertanyaan dari seseorang mengenai harga bensin (premium yang dimaksud) akan naik kembali sampai ke harga Rp 8.000- an. Yang cukup membuat penulis berpikir adalah orang tersebut sudah lanjut usia dan berasal dari keluarga sederhana dan tinggal di daerah pedesaan. Keingintahuan yang didasari dengan kepolosan diri membuat penulis harus menjawab dengan uraian yang sederhana dan sekiranya dapat dipahami oleh orang-orang "awam". Kekawatiran juga terpacar dari raut mukanya, mengingat mungkin beban yang dirasakan akan bertambah berat jika terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM, dalam hal ini premium.

Jika kita mau melihat kejadian yang penulis alami, ada beberapa hal yang hendak diutarakan secara singkat. Terutama terkait dengan permasalahan Konversi Premium Oktan 88 ke Pertamax dan Premium Oktan 90. Terdapat beberapa hal yang sangat mengganggu pemikiran penulis antara lain :

Pertama, Memang sebuah dilema yang sangat sulit dihadapi oleh pemerintah, yang pada akhirnya harus menelorkan sebuah kebijakan yang tidak "populis". Disatu sisi, beban berat pemerintah untuk menanggung beban pembiayaan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), dilain pihak persoalan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit jika dilakukan pengurangan subsidi pemerintah untuk BBM,yakni premium.

Banyak pengamat ekonomi, kelompok akademisi, dan tidak luput pula tokoh-tokoh masyarakat yang coba mengomentari keputusan sulit pemerintah tersebut. Sebagian besar, merespon kebijakan pemerintah tersebut akan menimbulkan banyak sekali implikasi terhadap kondisi sosial ekonomi rakyat.
Akan tetapi, ada beberapa pertanyaan yang melintas di benak penulis. Kenaikan BBM yang telah terjadi beberapa kali semenjak krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia, pada akhirnya dapat "dinikmati" oleh masyarakat. Bahkan yang menarik, angka penjualan kendaraan bermotor roda empat dan roda dua menunjukkan angka yang cukup fantastis. Kejamnya lagi ada beberapa perusahaan-perusahaan outomotif yang menggelotorkan Mobil-mobil mewah merangsek masuk ke Indonesia dan yakin dengan pasar yang ada di Indonesia. Tampaknya Bangsa Indonesia bangsa yang sudah tahan banting.

Kedua, Konversi yang dilakukan akan menimbulkan implikasi yang amat rumit pada aras implementasi teknisnya. Sangat sulit melakukan pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan pribadi roda, yang katanya sudah tidak perlu disubsidi lagi oleh pemerintah. Sebagian besar pemilik kendaraan pribadi roda empat merupakan kelompok masyarakat dari golongan menengah dan atas. Kebijakan pemerintah yang tidak populis ini di yakini akan memunculkan perilaku-perilaku masyarakat yang baru, sebagai bentuk antisipatif dan reaksi adaptif dari masyarakat. Akhirnya ada kemungkinan tujuan pemerintah tidak sesuai dengan harapan, alias gagal.

Misalnya, ada kemungkinan kebijakan pemerintah tersebut akan menuyebabkan selisih harga antara harga premium oktan 88, Pertamax dan premium oktan 90 cukup "menjanjikan". Hal ini memungkinkan akan menjadi insentif untuk bermunculannya kios-kios penjualan eceran premium non-SPBU dengan harga yang lebih mahal dari harga subsidi, tetapi lebih murah dibanding harga Pertamax dan premium oktan, yakni pada kisaran harga Rp5.000-6.500 per liter.
Dengan demikian, para pemilik mobil pribadi masih bisa menggunakan premium dengan membeli ke kios-kios tersebut. Harganya memang lebih mahal dari harga premium yang dijual pada SPBU, tetapi mereka bisa berhemat dibanding jika mereka membeli Pertamax atau premium oktan 90. Jika ekses kemungkinan tidak dilihat sejak dini misi pemerintah untuk menggiatkan pengurangan penggunaan premium oktan 88, hanyalah isapan jempol semata.

Ketiga, Kenaikan harga minyak dunia menjadi salah satu alat legitimasi kepada masyarakat luas berkenaan dengan konversi penggunaan premium oktan 88 ke pertamax maupun premium Oktan 90. Pertamina sebagai institusi yang memegang hak pengelolaan hingga pendistribusian BBM di Indonesia juga perlu melakukan pembenahan internal. Implementasi kebijakan konversi ini bisa saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang hendak memanfaatkan kesempatan emas ini. Pengalaman membuktikan, di lembaga ini banyak sekali kecurangan-kecurangan yang telah terjadi dan telah merugikan keuangan negara sangat besar. Jelas kita tidak ingin melihat pemerintah mencoba melakukan pembenahaan arsitektur Anggaran Pendapatan dan Belanja, disisi lain telah siap tikus-tikus pengerat yang siap mengganggu pembenahan tersebut.

Keempat, Raut muka bangsa Indonesia terus dirundung kemurungan. Sangat sulit mendengar kata keceriaan hasil dari prestasi bangsa yang membanggakan. Kemurungan yang terjadi penulis yakin tidak muncul dengan sendirinya. Semua yang terjadi adalah akibat dari peristiwa-peristiwa lampau. Jadi, keliru besar jika ini mutlak adalah kesalahan punggawa-punggawa pemerintah sekarang. Permasalahan disekitaran penggunaan BBM adalah masalah seluruh elemen bangsa. Butuh kesadaran bersama untuk mengatasi problematika ini. Kita yakini bersama, Badai Pasti berlalu.

Saturday, December 8, 2007

Butuh Itikad Baik Memimpin PSSI


Melihat kegagalan Timnas PSSI di kancah Sea Games 2007, sangat menyesakkan dada. Ditambah lagi, sepak terjang Timnas Indonesia dalam kurun satu setengah dasawarsa ini tidak menunjukkan hasil yang membaik. Meskipun banyak sekali program-program pelatihan dan pembinaan yang dilakukan oleh PSSI. Namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan prestasi yang dihasilkan.

Apa boleh dikata, dalam setiap pertandingan jika disatu sisi ada yang menang, di sisi lain pasti ada yang kalah. Sportifitas harus dijunjung tinggi. Pengakuan terhadap Tim lawan yang lebih baik harus diucapkan. Tidak perlu larut dalam kesedihan akibat kegagalan, sebab di balik itu ada banyak hikmah. Kedepan masih terdapat banyak sekali ruang dan waktu yang bisa kita manfaatkan untuk menuai prestasi. Tinggal bagaimana kita melakukan kerja-kerja konkrit untuk melakukan perbaikan diberbagai sisi.

Ada setitik persoalan yang mengganggu pikiran. Kegagalan demi kegagalan menunjukkan tidak ada istimewa di tubuh kepengurusan PSSI sekarang. Tidak ada yang dibanggakan dengan Pengurus PSSI sekarang. Yang ada hanya pertanyaan-pertanyaan, sadar atau tidak kah mereka bahwa semua ini cerminan kegagalan mereka saat mandat diberikan kepada mereka untuk mengelola organisasi besar ini.

Jika kita mau merenung sejenak menengok kegagalan demi kegagalan yang terjadi di tubuh Timnas PSSI. Sudah sepantasnya perlu pembenahan internal di tubuh Kepengurusan PSSI. Hal ini disinyalir merupakan faktor non teknis yang berpengaruh dalam setiap permainan Timnas PSSI. Tidak terlihat adanya good Corporate Governance dalam kinerjanya.

Terlihat sekali tidak ada itikad baik dari para pimpinan PSSI sekarang. Entah motivasi apa yang melatarbelakangi banyak elite yang berlomba-lomba menduduki jabatan di Institusi PSSI. Uniknya, ketika seorang Ketua dianggap tidak etis lagi secara moral untuk memimpin sebuah lembaga, masih saja bersikeras untuk bertahan. Mungkinkah sudah tidak ada perasaan bersalah sama sekali dalam dirinya? Benar-benar urat nadi malunya telah putus.

Thursday, December 6, 2007

Ada makna dalam Kritik

Bercermin dan banyaklah bercermin!!!. sebuah ajakan bijak yang musti kita pertimbangkan. Mengenali diri dan pembenahan diri untuk berinteraksi dengan lingkungan. Sikap, Emosi dan sifat lahir tidak dengan sendirinya, akan tetapi sangat bergantung dengan konsep diri.

Seringkali kita tidak menyadari, ada banyak penilaian yang dilakukan oleh sekitaran kita. Percaya atau tidak, aktifitas kita tidak jarang menjadi amatan yang terus bermuara pada pencitraan orang lain terhadap eksistensi diri kita. Subyektifitas mungkin lebih dominan menghiasinya, hasil dari Data yang sangat terbatas untuk di olah menjadi informasi

Rangkaian tersebut memungkinkan untuk menghadirkan sejumlah lontaran kritik. Pengalaman membuktikan, banyak yang mengakibatkan "memerahnya daun telinga", lalu menggelontorkan reaksi yang berlebihan. Namun ada pula yang mencoba melakukan perenungan untuk mencari jawaban benar atau salah, ya atau tidak, baik atau buruk dan seterusnya. Juga tidak luput pula ada yang acuh dan berlalu saja meninggalkannya, alias enjoy aja!!

Terdapat sejumlah peristiwa yang kiranya yang dapat untuk membentuk kita menjadi manusia yang "utuh". Tidak musti harus "sempurna", tetapi setidaknya menjadi manusia yang bisa menempatkan diri pada posisinya baik sebagai makhluk sosial maupun makhluk individu. Kritik tidak selamanya melakukan pembunuhan bagi karakter, mungkin pula menjadi titik awal diri menuju ke manusia yang utuh. Intinya, tidak harus reaksioner karena ada makna di balik kritik tersebut yang harus kita renungkan.